Friday, January 24, 2014

Catatan 4 ; Menjadilah Murni

"Pesan apaki'?"

"Air mineral ji saya, Mba' !"

"Saya kopi susu, Mba' !"

"....sama pisang coklat satu porsi, Mba' di' !"

"Biasanya pesan jus alpukat, kenapa sekarang hanya air mineral ?"

"Karena saya ingin menyampaikan satu pesan murni tentang perasaanku padamu."

"Mh...? Maksudmu ?"

"Yah, sebenarnya ini telah lama ingin kusampaikan. Hanya saja saya sering berpikir untuk tidak mengucapkannya. Karena ini bersinggungan dengan orang di sampingmu; yang kau bilang dia kekasihmu."

"Hubungannya dengan air mineral ?"

"Aku tahu, kita telah memalsukan rasa atas nama persahabatan. Bagaimana pun kau ingin memungkirinya, ini sesuatu yang nyata. Aku juga tahu, bagaimana kau menyamarkan perasaanmu pada kekasihmu. Pun di hadapanku, kau tidak ada bedanya, apakah kau sebagai kekasih atau sahabat yang baik. Dan aku tidak tahu, bagaimana aku memulainya, karena kekasihmu juga sahabatku."

"Lihat air ini, murni. Jika saya taburi bubuk, tentu ia akan keruh dan tak akan ada yang ingin meminumnya."

Sayang, menjadilah murni dalam rasa. Menjadi jujur, dan tidak menjadi pura-pura lugu.

Aku mengenal hatimu, kau juga sudah mengenal hatiku sudah lama.

Aku juga tahu, bagaimana kau pernah menangis; sakit karena ketidaksengajaanku menyebut nama kekasihku yang dulu. Kau pun juga tahu, bagaimana aku menangis karena kekasihmu dulu.

Lalu kita menjadi sahabat yang dekat. Sangat dekat.

Maka tak ada alasan bagimu dan bagiku untuk tidak saling jujur menyampaikan kemurnian rasa. 


"Ya, aku paham apa yang ingin kau sampaikan. Tapi kenapa kau selalu diam ?"

"Karena pertanyaan-pertanyaanku tidak akan pernah merubah apa pun. Pikiranku lelah, jiwaku sesak, dan waktuku menjadi sempit. Mataku melelah perih melihatmu, jiwaku lumpuh berjalan menunujumu...iya, aku cemburu."

"Kenapa baru bilang sekarang ?"

"Bukankah kau yang bilang, tidaklah semua harus diucapkan dengan kata-kata ?"


Aku pikir kau sudah sangat jauh memahamiku, ternyata hanya sampai pada kebiasaanku memesan jus alpukat.


Sayang, menjadilah murni. Seperti dulu, sewaktu kita masih kecil ; lugu.

Marilah kita bicara dengan pikiran yang jernih,

Suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Seperti Dasa Darma yang pernah kita hafal bersama. Tapi seingatku, ini tidak pernah terjadi. Waktu kecil dulu kita tidak pernah bersama, bahkan bicara pun tidak pernah. Kau bilang, saya pandai mengarang. Yaah, karangan all about yaou, ebeb. Saya menjadi geli waktu pertama kau panggil saya dengan sebutan ebeb; ingin muntah rasanya.

Sayang, menjadilah murni.
Aku tidak menunggumu berkomentar, hanya menanti matamu menjadi bening dengan Dasa Darma ke sepuluh.


Nn

Tuesday, January 21, 2014

Satu per satu akan menghilang; pergi

Awalnya, kesunyian adalah taman hening yang mendamaian. Setelah itu, setelah orang-orang menaruh kenangan mereka satu per satu; yang lalu pergi dan menghilang, maka kesunyian bukan lagi taman hening yang mendamaikan, melainkan kegelisahan dan kesibukan menuntaskan rindu yang datang bergilir.

Satu per satu di antara mereka akan pergi dengan meninggalkan foto-foto kenangan. Yang tentunya tidak akan mungkin terulang lagi. Uang tidak akan mampu mengembalikan waktu dan kesempatan.

Yang ingin kusampaikan dengan jujur adalah bahwa kesepian itu sering menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan. Keinginan selanjutnya adalah 'melupakan' perkara yang menyedihkan. Kemudian, jauh dari orang-orang yang mengecewakan. Meski dengan penuh kesadaran itu tak mungkin terhindarkan, setidaknya mereka tidak berada di dekatku.
Sebuah kepastian, kematian akan datang. Level tertinggi dari sebuah perpisahan. Tak ada yang bisa menghalau dan tak ada yang kuasa menghindarinya.

Duuh…..aku tak mengerti apa yang sedang kukatakan, berbicara kesunyian, kesepian, dan kematian. Padahal aku punya banyak orang-orang terdekat. Mungkin karena mereka tidak sedemikian dekat di jiwaku.

Seperti itulah rasanya perpisahan bila tak lagi sejiwa. Meski raga saling berdekatan, berbicara dan tertawa ala kadarnya, rasanya hambar. Tak lagi di jiwa. Dulunya soulmate. Tapi sekarang tinggal mate-nya (baca : mati) ; tanpa soul.

Tidak menyakitkan, tapi mengecewakan. Rupanya seperti itu akhir dari setiap per-soulmate-an. Rasanya berbeda dengan patah hati.
Menyadari ; akhir dari pertemuan adalah perpisahan, dan setiap perpisahan akan menjadi manis bila ikhlas dan saling memahami dunia masing-masing.
Kesunyian sebelum ada kenangan, itu lebih baik. Sebab, ia tak melahirkan kerinduan pada siapa pun. Mungkin ini hanya persoalan hidup. Bukan tentang kesepian, dan kematian. Bukan pula karena tak mampu menanggung rindu. Bukan juga menyesalkan setiap kenangan. Hanya ingin kesunyian yang indah. Tanpa ada galau yang meracau.

Mungkin juga karena hujan yang selalu bersimbah kenangan di negara manapun (inbox sms sekitar sebulan yang lalu). Bukan soal kematian.

Nn

catatan: Sesuatu yang lain…

Sesuatu yang lain…

Sungguh aneh rupanya hati itu…
Suatu waktu ingin mengungkapkan dengan jujur, namun yang terjadi adalah bungkam tanpa satu kata pun. Suatu waktu ingin memberi hadiah, namun yang terjadi hanyalah menunggu waktu yang tepat.
Karena bungkam, karena tak tepat waktu, hingga yang ada hanyalah nyanyian-nyanyian rindu yang tidak akan pernah sampai, catatan-catatan yang tidak akan pernah dibacanya, dan hadiah yang tersimpan sampai bertahun-tahun. Menyedihkan…
Padahal, dari waktu ke waktu hampir selalu bersama dan pertemuan tak pernah berputus. Sebenarnya tak ada alasan untuk tidak menyampaikan kejujuran hati dengan sebuah hadiah.
Ini sudah sangat terlalu lama. Namun sudah terlanjur jatuh pada "keentahan". Tak ingin lagi ada sakit dan kecewa. Diam dan terus diam…memendam rasa dan menanggung rindu.
Terlanjur menunggu…
Terlanjur menyesakkan..
Terlanjur entah…
Terlanjur sudah…
Namun belum juga berakhir.

Nn

Cara Verval SIMPKB 2017

Salam hangat para guru se-Indonesia, melalui postingan ini kami kembali sharing tentang cara verval guru di situs simpkb, karena banyaknya g...